Indonesia 0 Bahrain 2.
Kenangan manis 4 tahun yang lalu di Piala Asia 2007 saat
berhasil mengalahkan Bahrain 2-1 tidak bisa terulang kembali tanggal 6
September 2011 di Stadion Utama Gelora Bung karno kemarin. Dukungan penonton
yang memenuhi tribun ternyata tidak berhasil membantu timnas Garuda, malah
penonton menyebabkan permainan terhenti selama 15 menit.
EPL adalah kompetisi yang menjadi role model pengelolaan professional. Masalah keamanan menjadi salah
satu bagian yang sangat diperhatikan. 3-4 jam sebelum pertandingan dimulai,
lingkungan sekitar stadion langsung disterilisasi. Para penonton non anggota
sangat sulit untuk bisa melewati penjagaan pasukan pengamanan. Hal ini
dilakukan untuk meminimalisir masuknya benda yang dilarang serta menghindari
kerusuhan suporter yang sering terjadi di sekitaran stadion.
Dari penjelasan sudah bisa dilihat siapa yang harusnya
berubah. Perwakilan AFC sempat mengatakan percuma saja menurunkan 1500 orang
pengaman pertandingan, kalau hanya menghalangi masuknya petasan saja tidak
bisa.
Belum usai kekecewaan atas kekalahan beruntun di Pra Piala
Dunia 2014, seluruh penikmat tim nasional Indonesia dikejutkan dengan pernyataan
keras Wim Rijsbergen seusai pertandingan. “it’s
not my team!”
Publik semakin geram saat mengetahui Wim memaki para pemain
timnas Garuda di ruang ganti. “fuck you
all, if you don’t play better in the second half. I will kick all of you out.” Kata-kata
yang sangat tidak pantas diucapkan oleh seorang pelatih disaat tim sedang
tertinggal.
Ternyata ini bukan pertama kali Wim berkata kasar kepada
pemainnya. Saat masih menjadi asisten pelatih Trinidad & Tobago, Wim pernah
bermasalah dengan eks kapten T&T , David Nakhid yang beragama Islam.
Setelah Piala Dunia 2006, ia mengambil alih kursi kepelatihan Beenhacker. Ia
banyak menorah protes dari klub-klub lokal Trinidad & Tobago karena Wim
sering melontarkan pernyataan-pernyataan menyerang di media mengenai Liga Pro Trinidad
& Tobago. Saat melatih PSM di LPI pun Wim pernah mengucapkan kata “Stupid” kepada para pemain PSM Makassar.
Pernyataan-pernyataan Wim selepas pertandingan melawan
Bahrain seolah menunjukkan dia ingin lepas dari tanggung jawab atas 2 kekalahan
timnas Indonesia. Profesionalitas Wim menjadi pertanyaan. Seorang pelatih
seharusnya menjadi pengayom dan pembangkit semangat saat tim sedang down. Jelas
tindakan seorang Wim sangat bertolak belakang.
“Biarkan saja saya
yang menanggung beban ini, mereka hanya pemain.” Ucap Jose Mourinho usai
Real Madrid dikalahkan oleh Barcelona di Super Copa Espana. Pernyataan Mourinho
menunjukkan keberhasilan dan kegagalan tim adalah tanggung jawab para staf
pelatih.
Ada sesuatu yang hilang dari staf pelatih timnas Indonesia.
Kita lihat bagaimana di bench seorang Wim hanya sibuk berkutat dengan “kertas
TTS-nya”, asisten pelatih yang lain sibuk melihat jam tangan serta hanya
menonton pertandingan. Meneer Wim pun
tampak tidak sering memberikan instruksi dari tepi lapangan, ia hanya sibuk
mondar-mandir dan kemudian duduk khusyuk sambil menulis pesanan makanan para
pemain di kertasnya(bercanda :p), padahal para pemain di lapangan membutuhkan
pengarahan dari tepi lapangan. Hal itu memperlihatkan di tingkat staf pelatih
saja komunikasi sudah tidak berjalan dengan semestinya.
Pernyataan Wim berbuntut panjang. 7-8 pemain menolak untuk
bermain lagi di timnas selama masih dilatih Wim. Alfred Riedl pun turut
berkomentar, ia mengatakan Wim tidak pantas menjadi pelatih Indonesia.
Kemudian, banyak pihak menginginkan Alfred Riedl kembali
menjadi pelatih timnas Indonesia. Masyarakat rindu melihat timnas Indonesia
bermain indah dan penuh semangat seperti di AFF Cup 2010. (Kalau mikir masa
lalu terus, kapan Move On nya? :p )
Secara permainan, timnas Indonesia seperti kehilangan
sengatan seperti piala AFF 2010 kemarin. Tidak tampak pola-pola serangan yang
tertata rapi, transisi posisi yang terlambat, serta komunikasi pertahanan yang
sangat buruk. Semangat juang garuda tidak seperti saat ditangani Coach Riedl.
Saya tidak berani untuk membicarakannya terlalu luas karena masih banyak yang
lebih berkompeten di bidang strategi ini.
Tentu kita masih ingat bagaimana dengan heroiknya Liverpool
mengalahkan AC Milan di final Liga Champions 2005. Tertinggal 3-0 di babak
pertama, Liverpool tampil luar biasa di sisa pertandingan dan berhasil menang
melalui adu pinalti.
Dibalik kesuksesan luar biasa itu, ternyata pelatih
Liverpool kala itu, Rafa Benitez mengucapkan kata-kata magis saat di ruang
ganti. “Jangan pernah tundukkan kepala
kalian. Kita Liverpool. Kalian bermain untuk Liverpool. Jangan Lupakan itu.
Kalian harus tetap menegakkan kepala kalian untuk suporter. Kalian harus
melakukannya untuk mereka. Kalian tak pantas menyebut kalian pemain Liverpool
kalau kepala kalian tertunduk. Kalau kita menciptakan beberapa peluang, Kita
berpeluang untuk bangkit dalam pertandingan ini. Percayalah kalian mampu
melakukannya. Berikan kesempatan buat kalian untuk keluar sebagai pahlawan.
Lakukan dan kalian akan tertulis harum di dalam sejarah. Sekarang atau tidak
sama sekali.”
Sepakbola Indonesia saat ini mungkin telah mencapai
klimaksnya. Alfred Riedl beserta pasukannya telah berhasil menghipnotis kembali
masyarakat Indonesia untuk mengandrungi tim garuda. Jangan sampai, segala
keeuforiaan, harapan tinggi, serta semangat yang besar ini berakhir
antiklimaks.
Wim sudah berhasil
menerapkan strateginya di Indonesia, ya strategi “Devide et Impera”.
Iran,
Bahrain, Qatar bukanlah Jerman, Italia, Brazil yang hampir tidak mungkin dikalahkan.
Tetapi sayangnya, kita bukanlah Spanyol… apapun itu kami, seberapa buruknya kami, kami cinta indonesia, Wim. Jangan rendahkan harga diri para pahlawan lapangan kami..
0 Komentar di "Kami Cinta Indonesia, Wim"
Posting Komentar
Terima Kasih Udah Baca Artikel Blog Tyo. Silahkan berkomentar, bebas dan bertanggung jawab. Oh ya, masih banyak artikel bagus lho di blog ini, ditunggu komentar dan kunjungannya kembali